Pola Asuh Orang Tua Terhadap Perkembangan Sosial Emosional Anak Usia Dini

Pola Asuh Orang Tua Terhadap Perkembangan Sosial Emosional Anak Usia Dini

Rohani Magdalena Sinaga, S.Pd

 

PENGANTAR

Keluarga mempunyai peranan penting dalam mengembangkan potensi anak tempat dimana anak memperoleh pengalaman pertamanya sangat menentukan perkembangan sosial-emosional anak. Pada saat sekarang, kenyataannya adalah berkurangnya perhatian kepada anak dikarenakan kedua orangtuanya bekerja dan mengakibatkan terbatasnya hubungan interaksi orang tua dengan anaknya. Sedangkan pada usia ini anak sangat membutuhkan perhatian lebih dari orang tuanya terutama untuk perkembangan kepribadiannya.

PEMAHAMAN ORANGTUA MENGENAI POLA ASUH ANAK

Dalam keluarga pendidikan yang diberikan pada anak-anaknya tidak bersifat terbatas, artinya pendidikan tidak hanya bertujuan agar anak cakap berbicara, dan berjalan yang berguna bagi diri anak itu sendiri, tetapi orang tua senantiasa memberikan masukan terhadap anak mengenai berbagai hal yang menyangkut kehidupan sosial, seperti tata cara pergaulan, sikap saling mencintai sesama manusia dan hubungannya dengan kholik serta berbagai perbuatan yang menjurus pada kaidah-kaidah yang berlaku dalam masyarakat.

Keluarga memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan seseorang. Pengaruh itu bisa didapatkan melalui peran dan fungsi dari masing-masing anggotanya. Tiap anggota keluarga memiliki peran dan fungsi yang berbeda. Peranan menurut Soelaeman (1994:120) adalah suatu pola tingkah laku yang harus dilakukan seseorang untuk menetapkan kedudukannya. Untuk dapat menjalankan peranannya dengan baik maka tiap anggota keluarga harus memahami tentang peranannya masing-masing. Peranan keluarga sangat besar pengaruhnya dalam menanamkan nilai-nilai pada anak. Peranan yang dilakukan keluarga adalah membina anak agar anak terampil dalam berkomunikasi.

Kemampuan untuk membina hubungan dengan orang lain disekitarnya dan kecerdasan seseorang anak mulai terbentuk dari bimbingan dan kesabaran orangtua. Menurut Ki Hajar Dewantoro yang kita kenal sebagai Bapak Pendidikan Nasional, mengungkapkan sistem “Tri Centra” dengan mengatakan “Didalam hidupnya anak-anak adalah tiga tempat pergaulan yang menjadi pusat pendidikan yang amat penting baginya, yaitu: keluarga, sekolah dan masyarakat.”

Peran orang tua sangatlah penting sebagai langkah awal seorang anak mengawali pendidikannya karena keluargalah, seorang anak mula-mula memperoleh pendidikan, baik itu intelektual maupun sosial emosional.

Dalam mengenal pola asuh yang diterapkan oleh orangtua kepada anaknya terdapat dimensi pola asuh yang harus dikenali oleh orangtua, dimensi-dimensi pola asuh orang tua terhadap anaknya terbagi menjadi dua dimensi yaitu dimensi kontrol dan dimensi kehangatan (Baumrind dalam Santrock, 2007: 259). Hal itulah yang menjadi dasar dalam menerapkan pola asuh kepada anak.

Perkembangan seorang anak di dalam keluarga itu sangat ditentukan oleh kondisi keluarga dan pengalaman-pengalaman yang dimiliki oleh orangtuanya. Peran keluarga terhadap perkembangan anak sangatlah besar, oleh sebab itu keluarga yang di dalamnya terdapat orangtua, harus benar-benar bisa mendidik anak dengan sebaik-baiknya. Terdapat beberapa perkembangan yang dimiliki oleh seorang anak, tetapi terdapat perkembangan yang penting dalam mengenal dan mengontrol emosi anak dan juga dalam hal menjalin hubungan anak anggota keluarga dan teman atau orang lain.

Mengenali sosial emosional anak, mengelola sosial emosional anak, memotivasi anak, membina hubungan dengan orang lain, merupakan hal yang harus dipahami oleh orang tua karena hal tersebut merupakan kemampuan dasar untuk mengembangkan kecerdasan sosial emosional anak. Perkembangan sosial emosional anak dapat menimbulkan sikap kemandirian, menghargai orang lain, tanggungjawab, kerjasama dan kemampuan mengungkapkan diri. Hal tersebutlah yang harus dikenali oleh orangtua dalam mengembangkan sosial emosional anak mereka.

Pengetahuan orangtua merupakan dasar bagi mereka untuk mendidik dan mengasuh anak. Kaitannya dengan pendidikan, pengetahuan sangat berhubungan erat dengan pendidikan, karena didalam pendidikan itu terdapat pengetahuan yang menjadi landasan utama dalam melakukan pendidikan. Sedangkan pendidikan merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan manusia yang memiliki berbagai hasil kompetensi yang diperlukan dalam kehidupan di masa yang akan datang.

 

 POLA ASUH YANG DITERAPKAN OLEH ORANGTUA

Keluarga merupakan wahana pertama dan utama bagi pendidikan/pola asuh anak, jenis dan dimensi pola asuh yang diterapkan orangtua kepada anaknya juga menentukan keberhasilan perkembangan anak. Kesalahan dalam pengasuhan anak di keluarga akan berakibat pada kegagalan dalam perkembangan anak yang baik. Kegagalan keluarga dalam membentuk perkembangan anak yang baik akan berakibat baik buruknya masa depan anak. Oleh karena itu, setiap keluarga harus memiliki kesadaran bahwa pola asuh sangat tergantung pada penerapan pola asuh anak-anak mereka dalam keluarga.

Pola asuh adalah menjaga (merawat dan mendidik) anak atau membimbing, membantu atau melatih supaya yang dibimbing dapat berdiri sendiri. Menurut Soelaeman (1994:123) upaya orangtua dalam merealisasikan peran dan fungsi di keluarga akan menimbulkan berbagai cara orangtua dalam membimbing, mendidik dan merawat, serta mengasuh anak-anaknya agar dapat berkembang dengan baik. Cara orangtua dalam mengasuh anak inilah yang kemudian disebut dengan pola asuh orangtua.

Khairudin (2008:35) pola asuh adalah bila ditinjau secara teoritis dalam pengertian asuhan terkandung hubungan interaksi antara orangtua dengan anak dan hubungan tersebut adalah memberikan pengarahan dari satu pihak ke pihak lain, pengertian di atas pada dasarnya merupakan proses sosialisasi yang diberikan orangtua kepada anaknya.

Pengertian di atas dijelaskan bahwa hubungan interaksi orangtua dengan anak secara umum tercakup oleh adanya perlakuan orangtua terhadap sikap, nilai-nilai minatnya mengasuh anak, hal ini memperlihatkan bahwa setiap orangtua memiliki individualitas dalam cara mengasuh anak mereka tentunya hal ini memberikan pengaruh yang berbeda-beda bagi perkembangan anak.

Menurut Baumrind dalam Santrock (2007: 167) psikolog pada umumnya setuju membagi pola asuh orangtua ini ke dalam jenis pola asuh ini, yaitu:

  1. Authoritarian Perenting adalah gaya yang membatasi dan menghukum di mana orangtua mendesak anak untuk mengikuti arahan mereka dan menghormati pekerjaan dan upaya mereka;
  2. Authoritative Parenting adalah gaya orangtua mendorong anak untuk mandiri namun masih menerapkan batas dan kendali pada tindakan mereka;
  3. Permissive indifferent atau pengasuhan yang mengabaikan;
  4. Permissive Indulgent atau pengasuhan yang menuruti.

Orangtua yang sering memperlihatkan sikap yang baik kepada anak-anaknya akan dijadikan oleh anak sebagai model dalam caranya bertingkah laku. Semakin banyak orangtua memberikan contoh-contoh perbuatan serta dengan seringnya diulang yang demikian, akan memberikan kesadaran dan dorongan kepada anak untuk mencari sebab mengapa hal yang demikian selalu dilakukan oleh orangtuanya. Bila anak melihat adanya hal-hal yang baik yang terdapat pada sikap orangtuanya maka dengan sendirinya anakpun akan mencoba menerapkannya dalam pergaulan pula. Karena itu diperlukan sekali adanya kesediaan orangtua untuk memperilhatkan contoh-contoh yang baik.

Pergaulan anak perlu dikemudikan oleh orangtuanya dengan tujuan supaya anak dapat memilih hal-hal mana yang perlu diambilnya dari pergaulannya. Sebagai anak yang daya jangkau dan perimbangan akalnya belumlah jauh kedepan hingga akibatnya anakpun kurang dapat mengetahui dalam memilih intisari yang berguna dari hasil pergaulannya itu. Bila orangtua tidak mengendalikan hasil pergaulan anak maka dengan sendirinya seluruh hasil pergaulannya itu akan turut menerpa kepribadian anak di masa yang akan datang di kehidupannya. Hal tersebut di atas bukan berarti orangtua melarang anak-anaknya berteman dengan orang tertentu, orangtua harus menyadari bahwa tidaklah bijaksana untuk selalu membatasi aktivitas anak mereka, karena akan menyebabkan anak menjadi minder.

Dengan adanya perhatian dan pengawasan yang diberikan kepada anak-anak, maka dengan sendirinya rasa cinta kepada orangtuanya semakin besar, sebab ia menyadari betapa besar pengorbanan dan kasih sayang orangtua kepada anaknya. Itulah yang memberikan pengertian kepada anak bahwa pengawasan orangtuanya kepada dirinya adalah wajar.

Untuk meningkatkan keberhasilan agar anak bertindak positif, dalam hal ini penanaman nilai-nilai kehidupan dapat dilakukan dengan berbagai upaya. Nashih Ulwan (1981:2) mengemukakan bahwa mendidik anak khususnya di lingkungan keluarga memerlukan cara yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak, ada beberapa cara yang patut digunakan antara lain:

  • Pendidikan melalui pembiasaan, maksudnya adalah memberikan kesempatan kepada anak untuk membiasakan sikap dan perilaku baik yang sesuai dengan nilai, norma dan budaya bangsa dalam menghadapi kehidupan.
  • Pendidikan dengan keteladanan, maksudnya orangtua menjadi figur bagi anak sebagai cerminan manusia yang berkepribadian baik dalam melakukan segala aktivitasnya.
  • Pendidikan melalui nasehat atau dialog, maksudnya memberikan pandangan-pandangan dengan memberitahukan tentang baik buruknya sesuatu dapat dipahami oleh anak.
  • Pendidikan melalui pemberian penghargaan dan hukuman, maksudnya penghargaan yang diberikan kepada anak apabila anak melakukan perbuatan yang baik, sedangkan hukuman diberikan kepada anak apabila anak melakukan perbuatan yang tidak baik.

Dalam keluarga haruslah menanamkan nilai-nilai kehidupan yang disesuaikan dengan perkembangan anak, sehingga proses belajar yang dilakukan akan lebih mudah dipahami oleh anak. Dengan adanya interaksi antara individu dengan lingkungan, maka akan mengakibatkan perubahan dalam diri individu tersebut.

Hubungan antara orangtua dan anak dalam keluarga sangat penting bagi perkembangan kepribadian anak karena orangtua merupakan orang pertama yang dikenal oleh anak dan melalui orangtualah anak mendapat kesan-kesan pertama tentang dunia luar. Orangtua merupakan orang pertama yang membimbing tingkah laku anak. Orangtua akan bereaksi terhadap tingkah laku anak baik itu dengan menerima, menyetujui, membenarkan, menolak/melarang. Melalui pemberian nilai tersebut, maka dalam diri anak akan terbentuk norma-norma tentang apa yang baik/buruk dan apa yang boleh/tidak boleh. Dengan demikian terbentuklah hati nurani anak yang mengarahkan tingkah laku selanjutnya dan kewajiban orangtua adalah mengembangkan hati nurani yang kuat dalam diri anak.

 

PERKEMBANGAN SOSIAL EMOSIONAL ANAK USIA DINI

Kehidupan anak akan terus meningkat apabila dalam dirinya telah berkembang kemampuan untuk mengenali kenyataan akan dirinya melalui interaksi dengan lingkungannya. Kemampuan untuk mengenali diri akan menjadi dorongan bagi anak untuk bertindak positif melalui upaya mengidentifikasi, menelaah, mengalami, menikmati dan merubah lingkungan orang lain.

Menurut Syamsu Yusuf LN, (2005:122), perkembangan sosial emosional merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Dapat juga diartikan sebagai proses untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral dan tradisi, meleburkan diri menjadi suatu kesatuan dan saling berkomunikasi dan bekerjasama. Selanjutnya, perkembangan sosial anak dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya, baik orangtua, sanak keluarga, orang dewasa lainnya atau teman sebayanya. Apabila lingkungan sosial tersebut memfasilitasi atau memberikan keperluan terhadap perkembangan anak secara positif, maka anak akan dapat mencapai perkembangan sosialnya secara matang. Namun apabila lingkungan sosial itu kurang kondusif, seperti perlakuan orangtua kasar, sering memarahi, acuh tak acuh, tidak memberikan bimbingan, teladan, pengajaran atau pembiasaan terhadap anak dalam menerapkan norma-norma, baik agama maupun tatakrama/budi pekerti, cenderung menampilkan perilaku maladjustment, seperti: (1) bersifat minder, (2) senang mendominasi orang lain, (3) bersifat egois, (4) senang mengisolasi diri, (5) kurang memiliki perasaan tenggang rasa, dan (6) kurang memperdulikan noma dalam perilaku.

Sedangkan emosi menggambarkan tentang bagaimana perasaan individu tentang dirinya sendiri, orang lain dan dunia sekitarnya. Perasaan yang muncul biasanya disertai dengan perubahan fisik seperti tubuh yang menegang, gemetar, menggigil, aliran darah yang cepat, begitu juga dengan raut muka yang juga turut mengalami perubahan. Menurut Syamsu Yusuf LN., (2005:115), emosi merupakan warna afektif yang menyertai setiap keadaan atau perilaku individu. Yang dimaksud warna afektif adalah perasaan-perasaan tertentu yang dialami pada saat menghadapi suatu situasi tertentu, seperti gembira, bahagia, putus asa, terkejut, benci (tidak senang), dan perasaan yang lainnya.

Perkembangan emosi sangat erat hubungannya dengan perkembangan sosial walaupun masing-masing ada kekhususannya. Yang berkaitan dengan emosi adalah perhatian, pujian, kasih sayang dan lain-lain.

Seperti yang dikemukakan oleh Anggani Sundono, MA (1999:55), faktor sosial emosional merupakan kepribadian dan pembiasan yang dapat membentuk:

  1. Kemandirian, yaitu mampu mengurus diri sendiri.
  2. Kebiasaan menghargai orang lain yaitu apa yang dimiliki orang lain dan pendapat orang lain.
  3. Rasa tangggungjawab.
  4. Kemampuan bekerjasama dan kemampuan mengungkapkan diri.

Sebagai orangtua hendaknya memperhatikan beberapa syarat penting guna mempelajari sosial emosional agar tujuan yang ditetapkan dapat tercapai dan perkembangan sosial emosional pada anak harus dipelajari yaitu melalui bimbingan atau orangtuanya yakni dengan memberikan cara pemberian contoh dan memotivasi mereka supaya mereka memiliki keyakinan bahwa mereka akan mampu melakukan kegiatan yang berhubungan dengan sosial emosionalnya. Dan khusunya pada anak usia dini ini sangat penting mengingat pada masa ini merupakan masa keemasan yang semestinya perlu diterapkan hal-hal positif bagi pertumbuhan dan perkembangan anak secara optimal.

 

KESIMPULAN

Keluarga merupakan lingkungan sosial yang pertama dikenal kepada anak, atau dapat dikatakan bahwa seorang anak mengenal kehidupan sosial pertama-tama di dalam lingkungan keluarga. Adanya interaksi antara anggota keluarga yang satu dengan yang lainnya menyebabkan seorang anak menyadari akan dirinya, bahwa ia berfungsi sebagai individu dan juga sebagai makhluk sosial. Interaksi di lingkungan keluarga adalah faktor terpenting dalam mengembangkan kemampuan sosial emosional anak.

Pemahaman pola asuh orang tua terhadap anak lebih banyak didapatkan melalui jalur pendidikan informal (keluarga) dan dari kebiasaan atau norma keluarga, yang dibawa sejak turun temurun hingga menjadi kebiasaan atau norma yang melekat erat dan berguna untuk membangun generasi penerusnya. Dan faktor dari latar belakang pendidikan yang rendah serta kesibukan orang tua dalam bekerja, dapat menjadikan kehidupan yang ada di dalam keluarga menjadi kehidupan keluarga yang konstan (tetap), sehingga orangtua tidak ingin menyulitkan diri dan berfikir rumit mengenai hal itu, tetapi hal tersebut dapat dengan mudah dicerna dan difahami secara sederhana.

Begitupun dengan pengetahuan ataupun pemahaman tentang perkembangan sosial emosional anak, karena latar belakang pendidikan orangtua yang rendah, sehingga orangtua tidak mengerti dan belum paham secara teoritis tentang perkembangan tersebut, tetapi lebih menekankan pada logika berfikir positif orangtuanya bahwa “jika anak di berikan pendidikan yang positif, maka anak akan selamanya berperilaku positif”.

Sehingga untuk mengembangkan kemampuan sosial emosional anak, hendaknya orangtua dapat merangsang anak untuk melakukan kegiatan dan dapat menumbuhkan keterampilan dan kreativitas anak.

 DAFTAR PUSTAKA

Khairudin, H. (2008). Sosiologi Keluarga. Yogyakarta: Liberty

Nuraeni (2006). Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Pembentukan Kepribadian Anak. Tugas akhir pada Diploma II pada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Semaranga. Semarang: tidak diterbitkan.

Santrock, J.W. (2007). Perkembangan Anak. Jakarta : Erlangga

Soelaeman, M.I. (1994). Pendidikan Dalam Keluarga. Bandung : CV Alfabeta.

Sudono, Anggani. (1999). Sumber Belajar dan Alat Permainan untuk Pendidikan Usia Dini. Bandung : Nusantara Perss

Ulwan, N. (1981). Tarbiyatul Aulad Fil Islam. Cairo: Daarussalam

Yusuf, S. (2005). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung : PT Remaja Rosda Karya

                                        

 

 

TERIMA KASIH

Statistik Pengunjung

4.png9.png1.png1.png7.png2.png
Today171
Yesterday284
This week712
This month7513
Total491172

Who Is Online

1
Online